Awas! Salah Diet Bisa Berakibat Fatal
A
A
A
WASHINGTON - Hati-hati saat menjalani diet. Salah asupan nutrisi bisa berakibat fatal. Pasalnya, setiap individu memiliki perbedaan akan kebutuhan nutrisi ketika melakukan diet.
Bisa jadi, ada yang tahan makanan tertentu, namun ada juga yang rentan dan justru menghindarinya. Yang utama adalah hindari asupan makanan yang tidak sehat karena bisa menyebabkan risiko terhadap kesehatan.
Dalam penelitian terbaru yang berjudul ‘Global Burden of Disease’ yang dirilis Rabu (3/4), disebutkan bahwa sebanyak 11 juta orang tewas pada 2017 akibat mengonsumsi makanan tidak sehat. Indonesia merupakan negara kelima terburuk di dunia dengan jumlah kasus kematian mencapai 391.346 orang di belakang Amerika Serikat (AS) yang mencapai 503.391 orang, Rusia (550.003), India (1.573.593), dan China (3.128.516).
Secara global, faktor utama kematian yang berkaitan dengan konsumsi makanan tidak sehat disebabkan oleh tingginya konsumsi sodium, kurangnya konsumsi biji-bijian, dan rendahnya konsumsi buah-buahan.
Konsumsi makanan sehat lainnya juga masih kurang optimal, adalah jenis kacang-kacangan, susu, dan biji-bijian.
Menurut laporan yang disusun konsorsium dari ribuan peneliti tersebut, penemuan fakta masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi makanan tidak sehat akan menjadi penentu keputusan kebijakan keamanan makanan di negara Barat. Studi ini juga dimaksudkan untuk melacak kematian prematur dan disabilitas dari lebih 350 penyakit di 195 negara di dunia.
Dalam penelitian tersebut, konsumsi kacang-kacangan hanya mencapai 12%, susu 16%, dan biji-bijian 23%. Sebaliknya, konsumsi global minuman manis yang mencapai 49 gram per hari melampaui batas optimal. Begitu juga dengan olahan daging (4 gram per hari) dan sodium (6 gram). Kebiasaan dinilai tidak sehat dan lebih banyak dilakukan laki-laki.
Temuan lain adalah konsumsi sodium dan minuman manis yang merata di dunia. Konsumsi daging merah paling tinggi terjadi di Australasia, Amerika Latin selatan, dan Amerika Latin tropis. Adapun di Amerika Utara, Asia Pasifik, dan Eropa Barat lebih banyak mengonsumsi olahan daging. Lemak jenuh juga banyak dikonsumsi di Amerika Latin Andean.
Makanan memang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi meningkatkan risiko sebuah penyakit. Kardiovaskular merupakan penyakit paling umum yang berkaitan dengan kematian akibat makanan tidak sehat. Angkanya mencapai 10 juta kematian pada 2017. Disusul kanker (913.000) dan diabetes tipe 2 (338.000).
Angka kematian tertinggi akibat kardiovaskular terjadi di Asia Tengah dan Oseania dan terendah di Asia Pasifik. Sementara itu, Angka kematian tertinggi akibat kanker terjadi di Asia Timur dan terendah di Afrika Utara dan Timur Tengah, sedangkan akibat diabetes tipe dua tertinggi di Oseania dan terendah di Asia Pasifik.
Konsumsi makanan tidak sehat juga lebih banyak menyebabkan kematian dibanding rokok. “Makanan tidak sehat kini menjadi penyebab kematian tertinggi dibanding rokok dan tekanan darah tinggi,” ujar asisten profesor Institut untuk Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington Ashkan Afshin, dikutip cnn.com.
Hal itu menunjukkan rendahnya konsumsi makanan sehat menjadi faktor utama kematian dibanding tingginya konsumsi makanan tidak sehat. Orang lebih rentan terkena penyakit karena jarang memakan biji-bijian, kacang-kacangan, susu, buah-buahan, dan sayuran dibanding sering mengonsumsi garam dan juga soda.
“Secara tradisional, studi terkait makanan sehat selalu fokus terhadap pengurangan konsumsi makanan tidak sehat. Namun, dalam studi kali ini, kami menemukan hal baru. Rendahnya mengonsumsi makanan sehat ternyata menjadi faktor penting dibanding tingginya mengonsumsi makanan tidak sehat,” kata Afshin.
Satu dari lima kematian di dunia pada 2017 juga terjadi akibat terlalu banyak mengonsumsi sodium dan kurangnya biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan, bukan dari mengonsumsi makanan berlemak, minuman manis, dan daging merah dengan tingkat tinggi. Masalah ini terjadi di hampir seluruh kawasan di dunia.
Berdasarkan studi, Uzbekistan merupakan negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat makanan tidak sehat. Disusul Afghanistan, Pulau Marshal, Papua New Guinea, dan Vanuatu. Israel merupakan negara dengan jumlah kematian terendah akibat makanan tidak sehat. Disusul Prancis, Spanyol, Jepang, dan Andorra.
Afshin memperingatkan, konsumen agar berhati-hati mengingat saat ini banyak produk yang dijual tidak sesuai dengan iklan yang ditayangkan. “Produk yang mengiklankan diri terdiri dari biji-bijian utuh tidak sepenuhnya benar. Di dalamnya terdapat sodium, gula, dan lemak jenuh. Saya kira kita semua perlu tahu,” ujarnya.
Dia menambahkan, China, Jepang, Indonesia, dan Thailand menjadi negara dengan konsumsi sodium tertinggi. Hal itu tidak terlepas dari masakan tradisional Asia yang cenderung asin, mulai dari saus hingga pasta. Menurut Kepala Centre for Food Policy dari Universitas London Corinna Hawkes, budaya itu sulit berubah.
Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Perkembangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Francesco Branca mengatakan, makanan tidak sehat merupakan penyebab utama penyakit dan kematian. Dia mendesak masyarakat agar membuat makanan sehat dan sadar akan risiko setiap olahan makanan.
Risiko Obesitas
Ahli gizi dari DR Dr Inge Permadhi MS, SpGK, mengatakan, pola makan yang tidak tepat seperti kurang asupan buah dan sayur, namun tinggi protein dan karbohidrat dapat berkontribusi pada masalah kesehatan. Termasuk risiko obesitas.
“Pola makan yang tidak sehat ini menyebabkan segenap penyakit tidak menular” beber Inge kepada KORAN SINDO kemarin.
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, terdapat peningkatan obesitas pada orang dewasa yang telah dimulai sejak 2007. Konsumsi sayuran maupun buah di Tanah Air yang masih sangat rendah ditambah lagi dengan pilihan makanan yang tidak sehat, akhirnya memunculkan berbagai gangguan kesehatan diantaranya kanker, stroke, penyakit ginjal, penyakit jantung, diabetes melitus, dan hipertensi.
Mengacu pada data BPS 2016, konsumsi buah dan sayur di Indonesia hanya sekitar 173 gram per hari, lebih kecil dari angka kecukupan gizi yang ditetapkan WHO yaitu 400 gram per hari.
Sementara itu, Dr Tirta Prawira Sari, MSc, SpGK menegaskan, berbagai penyakit tidak menular diakibatkan oleh pola makan tidak sehat seperti tinggi gula, garam, maupun lemak. Terlebih masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi gorengan yang tinggi kalori. Dia mengimbau agar masyarakat lebih selektif dengan asupan makanan dalam kesehariannya.
“Makan jangan berlebihan, secukupnya saja,” sarannya.
Terkait tren diet yang kini tengah bermunculan, Tirta mengingatkan untuk tidak memandang suatu diet itu sudah pasti buruk ataupun baik bagi dirinya. Di mencontohkan, diet keto atau diet rendah karbohidrat namun tinggi lemak, dipandang kurang baik bagi kesehatan.
“Diet keto baik untuk individu dengan kondisi tertentu,” ujarnya. Bahkan, kata dia, ada banyak bukti klinis diet rendah karbohidrat ini dapat menyembuhkan diabetes tipe 2.
“Artinya diet itu bersifat individual, tidak bisa dipukul rata untuk semua orang. Karena bergantung pada kondisi kesehatan masing-masing,” ujarnya.
Dengan begitu, ujar Tirta, diet tertentu bisa cocok untuk satu individu tapi belum tentu cocok untuk individu lain. Di samping pola makan yang sehat, olahraga secara rutin juga krusial untuk menjaga kesehatan tubuh. (Muh Shamil/Sri Noviarni)
Bisa jadi, ada yang tahan makanan tertentu, namun ada juga yang rentan dan justru menghindarinya. Yang utama adalah hindari asupan makanan yang tidak sehat karena bisa menyebabkan risiko terhadap kesehatan.
Dalam penelitian terbaru yang berjudul ‘Global Burden of Disease’ yang dirilis Rabu (3/4), disebutkan bahwa sebanyak 11 juta orang tewas pada 2017 akibat mengonsumsi makanan tidak sehat. Indonesia merupakan negara kelima terburuk di dunia dengan jumlah kasus kematian mencapai 391.346 orang di belakang Amerika Serikat (AS) yang mencapai 503.391 orang, Rusia (550.003), India (1.573.593), dan China (3.128.516).
Secara global, faktor utama kematian yang berkaitan dengan konsumsi makanan tidak sehat disebabkan oleh tingginya konsumsi sodium, kurangnya konsumsi biji-bijian, dan rendahnya konsumsi buah-buahan.
Konsumsi makanan sehat lainnya juga masih kurang optimal, adalah jenis kacang-kacangan, susu, dan biji-bijian.
Menurut laporan yang disusun konsorsium dari ribuan peneliti tersebut, penemuan fakta masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi makanan tidak sehat akan menjadi penentu keputusan kebijakan keamanan makanan di negara Barat. Studi ini juga dimaksudkan untuk melacak kematian prematur dan disabilitas dari lebih 350 penyakit di 195 negara di dunia.
Dalam penelitian tersebut, konsumsi kacang-kacangan hanya mencapai 12%, susu 16%, dan biji-bijian 23%. Sebaliknya, konsumsi global minuman manis yang mencapai 49 gram per hari melampaui batas optimal. Begitu juga dengan olahan daging (4 gram per hari) dan sodium (6 gram). Kebiasaan dinilai tidak sehat dan lebih banyak dilakukan laki-laki.
Temuan lain adalah konsumsi sodium dan minuman manis yang merata di dunia. Konsumsi daging merah paling tinggi terjadi di Australasia, Amerika Latin selatan, dan Amerika Latin tropis. Adapun di Amerika Utara, Asia Pasifik, dan Eropa Barat lebih banyak mengonsumsi olahan daging. Lemak jenuh juga banyak dikonsumsi di Amerika Latin Andean.
Makanan memang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi meningkatkan risiko sebuah penyakit. Kardiovaskular merupakan penyakit paling umum yang berkaitan dengan kematian akibat makanan tidak sehat. Angkanya mencapai 10 juta kematian pada 2017. Disusul kanker (913.000) dan diabetes tipe 2 (338.000).
Angka kematian tertinggi akibat kardiovaskular terjadi di Asia Tengah dan Oseania dan terendah di Asia Pasifik. Sementara itu, Angka kematian tertinggi akibat kanker terjadi di Asia Timur dan terendah di Afrika Utara dan Timur Tengah, sedangkan akibat diabetes tipe dua tertinggi di Oseania dan terendah di Asia Pasifik.
Konsumsi makanan tidak sehat juga lebih banyak menyebabkan kematian dibanding rokok. “Makanan tidak sehat kini menjadi penyebab kematian tertinggi dibanding rokok dan tekanan darah tinggi,” ujar asisten profesor Institut untuk Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington Ashkan Afshin, dikutip cnn.com.
Hal itu menunjukkan rendahnya konsumsi makanan sehat menjadi faktor utama kematian dibanding tingginya konsumsi makanan tidak sehat. Orang lebih rentan terkena penyakit karena jarang memakan biji-bijian, kacang-kacangan, susu, buah-buahan, dan sayuran dibanding sering mengonsumsi garam dan juga soda.
“Secara tradisional, studi terkait makanan sehat selalu fokus terhadap pengurangan konsumsi makanan tidak sehat. Namun, dalam studi kali ini, kami menemukan hal baru. Rendahnya mengonsumsi makanan sehat ternyata menjadi faktor penting dibanding tingginya mengonsumsi makanan tidak sehat,” kata Afshin.
Satu dari lima kematian di dunia pada 2017 juga terjadi akibat terlalu banyak mengonsumsi sodium dan kurangnya biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan, bukan dari mengonsumsi makanan berlemak, minuman manis, dan daging merah dengan tingkat tinggi. Masalah ini terjadi di hampir seluruh kawasan di dunia.
Berdasarkan studi, Uzbekistan merupakan negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat makanan tidak sehat. Disusul Afghanistan, Pulau Marshal, Papua New Guinea, dan Vanuatu. Israel merupakan negara dengan jumlah kematian terendah akibat makanan tidak sehat. Disusul Prancis, Spanyol, Jepang, dan Andorra.
Afshin memperingatkan, konsumen agar berhati-hati mengingat saat ini banyak produk yang dijual tidak sesuai dengan iklan yang ditayangkan. “Produk yang mengiklankan diri terdiri dari biji-bijian utuh tidak sepenuhnya benar. Di dalamnya terdapat sodium, gula, dan lemak jenuh. Saya kira kita semua perlu tahu,” ujarnya.
Dia menambahkan, China, Jepang, Indonesia, dan Thailand menjadi negara dengan konsumsi sodium tertinggi. Hal itu tidak terlepas dari masakan tradisional Asia yang cenderung asin, mulai dari saus hingga pasta. Menurut Kepala Centre for Food Policy dari Universitas London Corinna Hawkes, budaya itu sulit berubah.
Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Perkembangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Francesco Branca mengatakan, makanan tidak sehat merupakan penyebab utama penyakit dan kematian. Dia mendesak masyarakat agar membuat makanan sehat dan sadar akan risiko setiap olahan makanan.
Risiko Obesitas
Ahli gizi dari DR Dr Inge Permadhi MS, SpGK, mengatakan, pola makan yang tidak tepat seperti kurang asupan buah dan sayur, namun tinggi protein dan karbohidrat dapat berkontribusi pada masalah kesehatan. Termasuk risiko obesitas.
“Pola makan yang tidak sehat ini menyebabkan segenap penyakit tidak menular” beber Inge kepada KORAN SINDO kemarin.
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, terdapat peningkatan obesitas pada orang dewasa yang telah dimulai sejak 2007. Konsumsi sayuran maupun buah di Tanah Air yang masih sangat rendah ditambah lagi dengan pilihan makanan yang tidak sehat, akhirnya memunculkan berbagai gangguan kesehatan diantaranya kanker, stroke, penyakit ginjal, penyakit jantung, diabetes melitus, dan hipertensi.
Mengacu pada data BPS 2016, konsumsi buah dan sayur di Indonesia hanya sekitar 173 gram per hari, lebih kecil dari angka kecukupan gizi yang ditetapkan WHO yaitu 400 gram per hari.
Sementara itu, Dr Tirta Prawira Sari, MSc, SpGK menegaskan, berbagai penyakit tidak menular diakibatkan oleh pola makan tidak sehat seperti tinggi gula, garam, maupun lemak. Terlebih masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi gorengan yang tinggi kalori. Dia mengimbau agar masyarakat lebih selektif dengan asupan makanan dalam kesehariannya.
“Makan jangan berlebihan, secukupnya saja,” sarannya.
Terkait tren diet yang kini tengah bermunculan, Tirta mengingatkan untuk tidak memandang suatu diet itu sudah pasti buruk ataupun baik bagi dirinya. Di mencontohkan, diet keto atau diet rendah karbohidrat namun tinggi lemak, dipandang kurang baik bagi kesehatan.
“Diet keto baik untuk individu dengan kondisi tertentu,” ujarnya. Bahkan, kata dia, ada banyak bukti klinis diet rendah karbohidrat ini dapat menyembuhkan diabetes tipe 2.
“Artinya diet itu bersifat individual, tidak bisa dipukul rata untuk semua orang. Karena bergantung pada kondisi kesehatan masing-masing,” ujarnya.
Dengan begitu, ujar Tirta, diet tertentu bisa cocok untuk satu individu tapi belum tentu cocok untuk individu lain. Di samping pola makan yang sehat, olahraga secara rutin juga krusial untuk menjaga kesehatan tubuh. (Muh Shamil/Sri Noviarni)
(nfl)